Jumat, 10 Februari 2017

Ayah dan Pernikahan

Salah satu momen mengharukan: ketika seorang ayah menikahkan anak perempuannya.

Kebanyakan ayah adalah sosok seseorang yang jarang menunjukkan emosinya, terutama emosi kesedihannya.

Pernah nggak sih kalian kepikiran bagaimana sesungguhnya perasaan sedih yang dirasakan seorang ayah saat itu?

Apa yang sebenarnya beliau rasakan saat ada seorang lelaki yang mencintaimu dan kamu cintai datang ke rumah untuk memintamu?

Di hari menjelang pernikahanmu, bisa jadi itu adalah momen emosional bagi seorang ayah. Melihat putrinya sibuk mengurus gedung pernikahan, catering, urusan undangan, seragam keluarga, pertemuan dengan kedua keluarga, membahas ini dan itu, semakin menunjukkan bahwa pernikahan putrinya itu nyata adanya.

Di hari pernikahan. Semua orang sibuk, semua orang bersiap pagi-pagi sekali. Mungkin saja ayahmu mulai cemas, mulai grogi, mulai tak karuan rasanya. Detik-detik menjelang ijab kabul. Antara bahagia melihat putrinya akhirnya bisa menikah dengan lelaki pilihannya dan sedih karena harus merelakan putrinya jadi milik lelaki lain.

Dan akhirnya dengan mata berkaca-kaca yang dijaga supaya tidak jatuh dan suara tertahan "Saya nikahkan putri saya yang bernama......" lalu putrinya pun menjadi tanggung jawab orang lain.

Entah bagaimana tepatnya perasaan seorang ayah pada hari itu, yang pasti melihat senyum putrinya setelah itu pasti bahagia.

Pernah suatu hari dengan sangat random aku kepikiran akan seperti apa ekspresi ayahku ketika nantinya aku menikah.
Apakah beliau akan merasa sangat sedih? Mungkin iya. Walaupun berusaha untuk tidak ketahuan. Semoga saat waktu itu datang, aku bisa mengalahkan gengsi untuk memeluknya.

Kalau dihitung secara kasar, kurang dari setengah kali umurku saat ini, itu adalah jumlah waktu yang dihabiskan bersama aku dan ayahku karena pekerjaan ayahku yang mengharuskan kita untuk tinggal berbeda pulau. Segitu saja.

Kebayang nggak sih bagaimana lebih susahnya merelakan anak perempuannya yang tidak banyak menghabiskan waktu dengannya untuk menjadi tanggung jawab orang lain.

Maksudku ya yang masih tinggal serumah bersama ayahnya saja pasti sedih merelakan anak perempuannya, apalagi yang kondisinya seperti aku dan ayahku.

Apalagi setelah ijab kabul yang berarti sebagai seorang istri, aku harus mengikuti tinggal di mana suamiku bekerja. Dan itu bisa berarti lebih jauh dan lebih jarang bertemu lagi dengan ayah.

Sebenernya momen pernikahan itu lebih banyak sedihnya menurutku daripada kebahagiaannya. Eh entah sedih atau cuma haru.

Yaaaa yang terpenting ternyata memang untuk melangkahkan kaki ke tahap yang besar dalam hidup itu banyak yang perlu dikorbankan.

Kamis, 09 Februari 2017

Ini Bukan Masalah

Halo. Ini masih tentang kamu, yang sedang sibuk-sibuknya.

Aku adalah aku. Aku bukan orang lain. Aku juga bukan anak kecil. Bukan seorang aku kalau suka marah cuma karena merasa kamu tidak punya waktu untukku karena kamu bekerja seharian.

Mungkin kamu tidak percaya, tapi aku sama sekali tidak mempermasalahkannya. Kamu tidak perlu meminta maaf karena kamu sibuk. Tidak perlu meminta maaf karena waktumu untukku sedikit. Tidak perlu minta maaf karena tidak bisa sering menemani. Aku tidak marah sama sekali. Karena aku tau masih banyak prioritas lain selain aku dan itu termasuk keluargamu dan pekerjaanmu. Jadi lakukanlah.

Melihat kamu super sibuk dua minggu ini bukan membuatku marah, tapi khawatir. Karena kadang kalau sudah begini kamu akan lupa mengurus diri sendiri. Makan telat, minum es, hujan-hujanan, dan akhirnya jatuh sakit. Aku akan marah kalau kamu sakit. Berkali-kali aku bilang kan kalau pekerjaanmu akan berantakan kalau kamu sakit, jadi jangan sampai sakit. Inget makan. Itu penting.

Don't worry. I'm not gonna leave you. Because I know no matter how busy you are, you always have a time for me. And I'm falling in love with you like every single day.




Note: Hei maaf suratnya terkesan galak, dan nggak manis. Habisnya aku nggak suka kamu meminta maaf terus untuk sesuatu yang bukan kesalahanmu. Dan kamu kalau udah sibuk ngeyel sih.

Rabu, 08 Februari 2017

Kepada Kamu yang Berjarak

"Distance means nothing, when someone means everything"

Kepada kamu yang berjarak 500 sekian kilometer, 12 jam menggunakan mobil (20 jam kalau macet dan 24 jam kalau macet total), 8 jam menggunakan kereta, dan 45 menit menggunakan pesawat.

Tinggal di kota yang berbeda denganmu membuatku susah ketika rindu datang. Aku tidak bisa langsung memelukmu atau sekedar melihatmu. Aku tidak bisa sering-sering menatap muka manjamu, tidak bisa langsung merawatmu ketika kamu sakit, tidak bisa hadir menghiburmu saat kamu melewati hari yang melelahkan.

Hal yang aku lakukan selama ini adalah menjalani hari dengan membayangkan seandainya kamu ada di sini. Seperti saat aku menonton Ramayana Ballet. Aku ingat kamu pernah cerita kamu suka pertunjukkan seperti ini sampai dini hari. Jadinya selama pertunjukkan aku membayangkan menonton bersama kamu, kamu yang masih fokus menonton dan aku yang mulai mengantuk di sebelahmu.

Kalau kamu di sini, kita bisa menghabiskan sore dengan makan ayam bakar. Kita bisa bertemu untuk sekedar makan malam setelah kamu pulang kerja. Kita juga bisa menonton film bareng waktu weekend, atau masak bareng. Oh atau kita bisa jalan jalan kemana aja, refreshing sebentar biar kamu nggak bosen sama kerjaan. Atau mungkin menghabiskan seharian tidak melakukan apa-apa juga bisa ehehehe

Tapi sementara berjarak begini juga bukan masalah. Aku bukannya mengeluh, sayang. Aku tidak mempermasalahkan sedikitpun tentang jarak ini atau juga tentang seberapa banyak waktu yang kita habiskan bersama dalam satu hari. Karena kamu dengan entah bagaimana caranya bisa membuatku merasakan bahwa kamu ada, selalu memberikan waktu di tengah kesibukanmu dan itu cukup. Ya walaupun terkadang kamu menyebalkan karena tidak mengerti kalau aku merindu dengan sangat.

Lagipula, kurang dari 10 kali weekend lagi akhirnya kita bisa menghabiskan hari-hari bersama untuk sementara.

Dan aku selalu berdoa semoga kita bisa sampai pada hari di mana tidak perlu mengambil cuti untuk menghabiskan waktu bersama karena aku sudah menunggumu pulang di rumah setiap hari.