Minggu, 23 Januari 2022

Januari 2022, Aku Kembali

Setelah nggak sengaja menemukan salah satu tulisan lama di blog ini, aku jadi sering membukanya beberapa hari terakhir.

Membaca tulisan-tulisan lama, mengingatkanku betapa dulu menulis membuatku senang. Menulis membebaskan apa yang ada di pikiran, mengabadikan yang ingin dikenang.

Entah apa yang membuat aku berhenti untuk mengisi blog ini. Entah kenapa aku meninggalkan blog ini begitu saja.

Aku kangen mengekspresikan diriku di sini.

Dan karena itu aku kembali.

Senin, 04 Desember 2017

Tentang Waktu Itu

Sore hari yang sedikit dingin karena hujan baru saja berhenti. Aku melirik jam tanganku, jam 3.45. Aku belum terlambat. Apa kamu sudah datang? Mungkin saja. Kamu tidak pernah terlambat datang setiap kita janjian. Tapi pertemuan kali ini kan berbeda dari biasanya. Katamu semalam, ada hal penting yang ingin kamu bicarakan. Entahlah. 

Aku membuka pintu kafe di ujung jalan itu. Aroma kopi langsung menyambut. Wangi yang menenangkan. Aku melihat sekitar, masih sepi. Kamu belum datang. Tumben, tidak seperti biasanya. Aku langsung memesan minuman. Aku sudah cukup akrab dengan tempat ini, berkali kali aku ke sini, dengan atau tanpa kamu. Aku menikmati waktu-waktu yang ku habiskan di sini, juga menikmati obrolan-obrolan kita di sini. Ah dan juga aku selalu mengingat pertama kali kita bertemu di sini.
Sore itu, aku duduk di kursi dekat jendela besar yang menghadap jalan raya dengan meja panjang, sharing table. Sedang menikmati greentea latte kecintaan sambil membaca buku yang baru kubeli di toko buku sebelah kafe sebelum ke sini. Aku sangat fokus membaca sampai tidak sadar kamu sudah duduk di sebelahku cukup lama. Cukup lama sampai akhirnya kamu menegurku, mengajak kenalan. Caramu berkenalan cukup membuatku tertawa kecil, basi sekali, menanyakan buku apa yang sedang kubaca sampai sebegitu fokusnya. Mungkin karena grogi. Tapi aku bersyukur kamu berani mengajakku berkenalan sore itu. 

Aku langsung jatuh cinta pada caramu memanggil namaku setelah kita berkenalan. Juga pada menit demi menit percakapan kita yang membuat aku melupakan buku yang sebelumnya kubaca.
Caramu bercerita menyenangkan. Senyummu jangan ditanya lagi, seperti hal terindah yang bisa kubingkai sore hari itu. Sorot mata yang teduh, dengan garis rahang yang tegas. Rambut yang agak sedikit berantakan tetapi entah bagaimana terlihat cocok untukmu. Sweater biru donker, celana jeans dengan biru yang lebih gelap. Jam tangan hitam di tangan kiri dan sepatu hitam. Kamu sangan tampan.

Kita bertukar nomer handphone, berharap tetap bisa mengobrol di kemudian hari. Dan ternyata malam harinya kamu langsung menelepon. Bibit-bibit rasa yang muncul tadi sore tumbuh dengan subur di dalam hati.

2 tahun setelah sore itu, aku duduk di tempat yang sama, menunggu kamu dengan greentea latte kecintaan. Sudah 30 menit berlalu dari waktu janjian. Tumben sekali. Ada apa denganmu? Apa kamu baik baik saja selama perjalanan ke sini? 

Ah mungkin kamu masih ada sedikit urusan, aku akan menunggu.
Satu jam berlalu, aku tetap menunggu. Menit demi menit kali ini berjalan lebih lambat.
Dua jam berlalu, aku mulai tidak sabar. Tidak biasanya kamu seperti ini. Aku terus mengecek ponsel dengan gelisah. Berharap ada pesan masuk darimu yang mungkin lupa aku baca. Tapi nihil. Tidak ada kabar apapun darimu.

30 menit lagi berlalu, akhirnya aku mulai menelepon mu. Sungguh aneh. Kamu terlambat, tidak seperti biasanya. Kamu tidak memberi kabar apapun, tidak seperti biasanya. Nomormu tidak dapat dihubungi, tidak seperti biasanya. Di luar hujan mulai turun. Langsung deras, tidak menyapa dengam gerimis terlebih dahulu. 

Aku terus menunggu sampai memesan greentea latte kedua. Melamun menatap jalan. Berharap tiba-tiba kamu muncul dan tersenyum di depan jendela dengan payung abu-abu mu itu.
Aku terus melamun sambil melihat air hujan turun, menampar jalan, membuat suara yang cukup berisik tapi aku tidak terganggu. 

Cukup lama aku melamun, sampai harus dipanggil berkali-kali sampai akhirnya sadar. Sedikit kaget. Ternyata salah satu pelayan di kafe itu yang menegurku. Dia memberikan sebuah surat dengan grogi, entah apa isinya. Dia cuma menyebutkan namamu.

Aku tidak bisa menebak apa yang ada di dalam surat itu. Aku mulai gelisah. Penasaran dengan isi surat itu tapi aku takut membaca nya. 

Setelah sekian lama, akhirnya ku beranikan diri untuk membuka surat itu. Hanya ada sebaris kalimat, ditambah namamu di akhir surat. 

Aku menghela napas panjang setelah membaca nya. Lalu memasukkan surat itu juga handphone ku ke dalam tas, membayar pesanan ku, menerobos hujan. Aku harus pulang. 

Besoknya aku jalan melewati kafe itu lagi. Berhenti sebentar, menatap ke dalam, ke meja dekat jendela. Kali ini aku tidak mampir. Sama beratnya dengan kamu yang hanya menitipkan surat untuk sebuah perpisahan, aku terus melangkah maju.

Minggu, 03 Desember 2017

Setia

Untuk waktu-waktu susah yang tidak dapat kita leburkan dengan pelukan,
Untuk waktu-waktu senang yang tidak dapat kita rayakan dengan ciuman,
Tetaplah percaya ada waktu yang sudah disediakan sedemikan rapinya, suatu saat nanti.

Senin, 27 November 2017

Saya Perlu Kamu

Rumah, 6 Oktober 2017 

 
Saya hampir tak mampu memaknai rindu
Perlahan malam tak lagi syahdu
Hujan tak lagi kelabu
Kita tak cukup waktu
Saya perlu kamu


-Rama

Minggu, 15 Oktober 2017

Oktober: Ruang Tengah

Kita biasa menghabiskan malam seperti ini. Bersama di ruang tengah, menonton tv sambil menyandarkan lelah setelah seharian bekerja. Sama sama meluruskan kaki, dengan aku yang menyandarkan kepalaku di bahumu dan kamu mengelusnya. Kamu adalah rumah ternyaman.

Kita biasa menikmati akhir pekan seperti ini. Bersama di ruang tengah dengan kamu yang nyaman rebahan di pangkuanku. Sama-sama serius, menekuni buku bacaan masing-masing. Bersama dalam diam.

Kita biasa menikmati hujan seperti ini. Bersama di ruang tengah dengan aku yang nyaman di pelukanmu. Menikmati air Tuhan turun di luar jendela kaca besar di depan kita. Memperhatikan bulir-bulir nya turun dengan hebatnya menghasilkan alunan merdu. Hujan menjadi lebih syahdu karena adanya kamu.

Kita biasa seperti ini. Mencintai dengan sederhana. Bahagia dengan hal hal sederhana. Bagiku, selama itu bersama kamu, bagaimana pun aku bahagia. Bagaimana dengan kamu? Apakah sama? Semoga begitu.

Dan sayang, beginilah aku menyatakan padamu aku rindu.

Selasa, 29 Agustus 2017

Ini Kekasihmu

Sekarang kamu tau seperti apa aku.
Bukan tipe yang manis sepanjang waktu.
Cukup pemalu bahkan hanya untuk mengungkapkan rasa sesering kamu.

Untuk cintamu yang sebesar semesta, terimakasih ku sampaikan dengan sekian banyak doa untukmu mengiringi.
Kata orang, obatnya rindu adalah temu, sedangkan doa adalah peredanya untuk sementara.

Selamat ulang tahun.
Ucapannya tidak tepat waktu, tapi semoga kamu selalu tau.

Rasa-rasa yang tidak bisa setiap saat diungkapkan.
Rindu-rindu yang tidak semua bisa dikatakan.
Doa-doa yang selalu tertuju padamu.

Kamu spesial bukan hanya setahun sekali di tanggal kelahiranmu.
Bagiku, sepanjang waktu.
Dua belas bulan setahun.
Empat minggu sebulan.
Tujuh hari seminggu.
Dua puluh empat jam sehari.
Enam puluh menit sejam.
Enam puluh detik semenit.
Sepanjang waktu.

Angka yang baru.
Tidak akan lebih mudah.
Tapi akan lebih ringan, janjiku untuk selalu mendampingi.

Rabu, 02 Agustus 2017

Agustus: Sampai Jadi Debu*

Aku berdoa agar kita adalah selamanya
Tapi akan selama apa selamanya itu?

Karena kamu adalah yang aku bayangkan ada menemani hari demi hari sampai aku tua nanti.
Sampai kita tua nanti.
Sampai tidak mudah lagi bagimu mengingat segala hal. Aku akan mengingat semuanya untukmu.
Sampai rambut kita memutih dan kulit kita menua bersama waktu. Ah tidak, kamu akan selalu tampan bagiku walau bagaimanapun waktu mengubah segalanya.
Sampai tidak banyak yang bisa kita kerjakan dengan tubuh yang tidak lagi muda. Kita akan banyak menghabiskan waktu bersama di rumah saja. Aku tidak keberatan.
Sampai semua anak-anak kita sudah dewasa dan punya kehidupannya maisng-masing. Rumah akan sangat sepi tanpa mereka. Kita akan berbagi rasa sepi itu bersama. Aku tidak akan membiarkanmu sendiri.

Sampai suatu hari kita benar-benar lelah, dan sudah waktunya meninggalkan dunia ini. Bisakah kita beristrahat bersama? Karena tidak bisa kubayangkan bagaimana aku menjalani hari tanpa kamu. Dan aku tidak bisa membiarkan kamu yang menemani aku selama itu merasakan hari tanpaku di sisimu.
Kita akan diistirahatkan bersisian.
Sampai jadi debu kita terus bersama.

Tuhan, bolehkah untuk kita selamanya tanpa batas waktu?








*terinspirasi Banda Neira- Sampai Jadi Debu.