Kita masih di sini. Kita nggak berubah. Kita nggak menjauh. Kita hanya... apa ya. Kita hanya sadar diri mungkin.
Kamu sedang menikmati dunia barumu. Silahkan. Kita bisa apa? Mencegah? Marah? Ngambek? Kita bukan anak kecil lagi, kan?
Kita cuma pengen kamu tau kita nggak pergi. Bukannya kita nggak peduli. Cuma kita diem aja. Saat kamu membutuhkan kita, bilang aja kayak biasa. Kita masih ada. Cuma kita nggak selalu tau tanpa kamu bilang.
Kamu juga tau kan pasti. Jangan canggung. Jangan gengsi. Karena mungkin sekarang kamu mulai duluan itu lebih perlu daripada kita yang mengajak.
Kalau kamu kenal kita, kamu pasti tau harus bagaimana.
Kamis, 30 Mei 2013
Jangan Gengsi
Rabu, 29 Mei 2013
Cuma Sebatas Bertamu
Lama ya kita tidak sedekat tadi? Bagaimana perasaanmu? Bahagia, galau, atau biasa saja? Mau tau bagaimana perasaanku?
Aku biasa saja. Biasa saja. Mungkin aku terlalu lama menunggu kamu pulang. Sekalinya kamu akan pulang, kamu seperti menjadikanku tujuan akhir. Saat kamu sadar yang lain tidak bisa menjagamu sebaik aku.
Kamu tau? Pintuku terbuka untuk siapa saja termasuk kamu. Kamarmu selalu aku rapikan, tapi kamu tidak pernah pulang. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk mengunci kamarmu supaya aku tidak lagi berurusan denganmu. Kamarmu sudah tertutup. Kuncinya sudah aku letakkan entah di mana. Aku lupa. Aku bahkan tidak mau mengingatnya demi kamu. Buat apa.
Aku tidak mau membukakan kamar lain. Itu untuk orang lain. Bukan kamu. Jangan ambil bagian orang lain.
Apa? Kamu bilang kamu masih punya kuncinya? Maaf. Setelah kamu pergi, kuncinya aku ganti. Sekarang sudah baru dan hanya aku yang punya kuncinya. Seperti yang sudah aku bilang tadi, kuncinya sudah hilang. Aku tidak mau mencarinya demi kamu.
Sekarang kamu cuma bisa bertamu. Silahkan. Pintu rumahku terbuka untukmu cuma sebatas bertamu.
Kamis, 16 Mei 2013
Kamu dan Rectoverso
Aku ingin menjadi cicak di dindingmu. Diam-diam mengagumimu tanpa mengganggumu. Kamu yang hanya bisa aku kagumi punggungnya. Kamu yang hanya bisa aku kirimi isyarat. Kamu yang entah kenapa rasanya aku tidak hanya mencintaimu dengan hati, tapi juga dengan jiwaku. Kamu bagian dari rutinitasku. Kamu.
Cukup bagiku tau sedikit tentangmu daripada aku mengetahui apa yang tidak bisa aku miliki sepenuhnya. Kamu.
Kamu kamu kamu. Entah kenapa penyesalan selalu datang belakangan. Entah. Bukan cuma salahku juga salahmu. Ego kita menang, sayang. Kita yang dikorbankan.
*nb: terinspirasi dari Rectoverso karya Dewi Lestari. Bukan menjiplak, hanya menggabungkan kutipan-kutipannya. Terimakasih.
Senin, 13 Mei 2013
Long Distance Relationship
Dini hari begini, aku menerka-nerka. Di mana kamu? Baik-baik saja kan kamu? Sudah sholat? Sudah tidur? Atau masih bekerja? Masih belajar?
Jarak yang merentang antara kita bukan pemisah, sayang. Hanya saja ada saat kamu lupa memberi kabar dan membuatku cemas. Aku tidak terlalu mempermasalahlan hal itu. Lupa juga sifat bawaan manusia. Aku harap kamu selalu baik-baik saja.
Pertanyaan lain yang muncul di pikiranku adalah apakah esok hari masih ada cintamu untukku?
Apakah dengan jarak yang merentang belum hilang semua itu?
Apakah masih milikku semua sayang dan perhatianmu itu?
Dan sudahkah kamu merindukanku?
Aku harap iya. Karena aku begitu.
Dini hari ini, aku memikirkanmu. Apa kamu juga sama? Memikirkan hal yang sama? Kenapa tidak kita sudahi saja pemikiran ini dengan sebuah obrolan dini hari? Antara kamu dan aku, lewat telepon atau apapun?
Sudahlah, selamat tidur.
Minggu, 05 Mei 2013
Sedih juga Sederhana
Nggak cuma bahagia yang sederhana. Sedih juga sederhana.
Sesederhana bangun lalu sadar masih tak ada kabar dari kamu.
Sesederhana ingin menyapamu tapi impossible to do.
Sesederhana ingin bertemu denganmu tetapi takut akan segala awkward silence yang akan terjadi.
Sesederhana membutuhkanmu tapi kamu tidak ada.
Sesederhana menerima kabar yang tidak terlalu buruk tetapi bisa menghancurkan mood seharian bahkan seminggu.
Sesederhana kamu tau hari-hari ke depanmu bakal sulit untuk dijalani.
Sesederhana membayangkan akan bagaimana ke depannya saja kamu tidak sanggup.
Sesederhana hilang kontak dengan teman dekat.
Sesederhana tidak akan ada lagi canda tawa sharing kumpul yang biasa. Biasa tanpa rasa canggung.
Sesederhana menyadari bahkan rindu sudah ada sewaktu detik di mana semuanya berakhir.
Sesederhana sore ini.
Merindu Sendiri
Kadang ada waktu sendiri yang aku habiskan dengan mengingatmu. Seperti dini hari ini. Bersama sepi tanpa kopi kesukaanmu, atau susu favoritku, aku mengingatmu.
Hai sayang. Apa kabar? Apakah setelah berbulan-bulan kita tidak melewati rutinitas menikmati kopi dan susu bersama di pagi hari, pernahkah sekali saja kamu mengingatku? Apakah di sela padatnya aktivitasmu seharian sudah tidak lagi kamu membutuhkan perhatianku? Apakah ada sepersekian detik di setiap harimu yang memintamu untuk menghubungi duluan? Apakah rasa gengsi atau bahkan egomu itu masih menang melawan hati kecilmu? Apakah kamu merindukanku seperti apa yang selalu aku lakukan kepadamu? Apakah sesulit itu mengatakan "Aku juga merindukanmu"?
Rasa yang tidak berbalas memang kadang menyakitkan. Merindu sendiri misalnya.