Kembali lagi, ini surat ke sekian untukmu.
Bahagiaku kadang sesederhana melihatmu terlelap di hadapanku seusai kamu bercerita tentang masalah-masalah apa yang sedang kamu hadapi.
Maafkan aku. Aku sering cuma bisa menjadi pendengarmu, menjadi teman bicaramu. Sering aku tidak bisa membantu banyak. Aku berharap adanya aku untuk mendengarkanmu sudah cukup mengurangi beban pikiranmu.
Apa aku sudah pernah menyampaikannya padamu? Melihat mata coklat terangmu itu dikepung kesedihan aku tidak sanggup. Karenanya aku akan resah dan susah payah mencari cara agar mendung di matamu itu menghilang, lalu kembali digantikan dengan cerah kebahagiaan.
Kamu bisa kapan saja menceritakan apa saja padaku, tanpa melihat apa yang pernah terjadi di masa lalu antara kita berdua. Berawal dari teman, kita akan kembali berteman.
Aku sudah mulai bisa berdamai dengan kenangan.
Kembali membaca surat yang begitu membuatku takjub :)
BalasHapus